PERAN LAUT DALAM MENETRALISIR PEMANASAN GLOBAL

Peran laut dalam menetralisir pemanasan global

 By: Zulfan Aris

T

elah diketahui bahwa penyebab utama pemanasan global adalah meningkatnya gas-gas rumah kaca di udara dari kadar normal yang sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia. Ada 6 senyawa gas rumah kaca yang dispakati dalam Protokol Kyoto yaitu: Karbondioksida (CO₂), Metana (CH₄), Nitrogen Oksida (N₂O), Chloro-Fluoro-Carbon (CFC), Hidro-Fluoro-Carbon (HFCs), Sulfur Heksafluorida (SF₆). Gas CO₂ merupakan yang paling berperan dalam hal tersebut karena jumlahnya yang paling banyak ditemukan selain gas rumah kaca yang lain. Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi emisi CO₂ di atmosfer ini, salah satunya adalah dengan menanam kembali hutan-hutan yang gundul guna menambah penyerap CO₂ dan juga penghasil Oksigen (O₂).

Selain oleh tanaman, penyerapan CO₂ dari atosfer juga dilakukan oleh mikroorganisme seperti fitoplankton yang hidup di laut. Seperti halnya tumbuhan, fitoplankton mengandung klorofil yang memungkinkan berlangsungnya proses fotosintesa di dalam tubuhnya. Bahan yang diperlukan untuk proses tersebut adalah CO₂.

Lebih dari separuh emisi CO₂ yang dihasilkan dari aktivitas manusia sejak lebih dari 2 abad lalu ternyata diserap oleh laut. Hasil ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Christoper L. Sabine dari  National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Seatle, AS. Penelitian Richard A. Feely dari Environmental Laboratory NOAA juga mendapatkan hasil yang sama. Jumlah CO₂ di atmosfer meningkat dari 280 ppm menjadi 380 ppm sejak awal masa industri sekitar tahun 1800. Secara keseluruhan, antara tahun 1800 hingga 1994 lautan telah menyerap 118 milyar metrik ton CO₂ yang sebelumnya dibuang ke udara.  Hutan menghasilkan 60 Gton CO₂ per tahun dan menyerap 61 Gton CO₂  per tahun, sedangkan lautan menghasilkan 90 Gton CO₂ per tahun dan menyerap 92 Gton CO₂ pertahun.

Perbandingan penyerapan CO2 oleh hutan dan laut.
Gambar Oleh: Zulfan Aris

Lautan memiliki kapasitas untuk menampung CO₂ hingga 20 juta Giga ton di seluruh dunia, sementara hutan dan tanah hanya mampu menampung dengan kapasitas sekitar 100 GT CO₂. Gas CO₂ diserap oleh permukaan lautan dari atosfer dan di transformasikan ke dalam lautan oleh pergerakan arus samudra atau tinggal di dalam jasad mikroorganisme yang akhirnya tenggelam di dasar laut.

John Martin memperkenalkan hipotesa besi (The Iron Hypothesis) untuk menurunkan suhu bumi ini pada tahun 1989. Bijih besi yang ditaburkan di tengah lautan pasifik dilakukan untuk menambah populasi plankton secara drastis sehingga terjadi peningkatan penyerapan CO₂ dari atmosfer. Sebagai hasilnya suhu permukaan laut akan turun.

Laut memiliki potensi besar untuk mengurangi kadar CO₂ di atmosfer, dan fitoplankton merupakan fasilitas alam yang dapat melakukannya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa zat besi membuat populasi fitoplankton meningkat hingga 2000 kali dalam sepekan. Fitoplankton memerlukan zat besi tersebut untuk pembentukan zat hijau daun. Manifestasi dari meningkatnya jumlah fitoplankton tersebut adalah menurunnya temperatur udara karena semakin banyak pula CO₂ yang diserap. Potensi penyerapan karbon oleh lautan dikenal dengan potensi biogeokimia laut.

Senyawa CO₂ masuk dari atmosfer ke dalam laut secara difusi. Ketika kadar CO₂ dalam air laut turun karena dipakai untuk proses fotosintesa fitoplankton, maka akan ada sebagian CO₂ dari atmosfer yang berdifusi ke dalam laut untuk mengisi kekurangan itu. Senyawa itu akhirnya turun ke dasar laut setelah berasosiasi dengan elemen berat hasil metabolisme di tubuh fitoplankton tadi. Proses sederhana itu membutuhkan beberapa persyaratan seperti cukupnya sinar matahari untuk mendukung proses fotosintesa dan ketersedian nutrisi untuk pertumbuan fitoplankton.

Pustaka Acuan:

Akhadi, M. 2009. Ekologi Energi. Graha Ilmu.Yogyakarta.